Angin bertiup membunyikan lonceng angin yang kugantung di jedela kamarku. Suasana musim panas semakin terasa di Tokyo, tempat tinggalku. Aku adalah murid baru di salah satu sekolah puteri di kawasan tempat tinggalku. Tetapi, meskipun aku tinggal di Tokyo, aku bukanlah keturunan asli Jepang.
Ibuku adalah orang berkebangsaan Jerman. Dan ayahku adalah orang keturunan Jepang. Mereka berdua sangat sibuk sehingga sehari-hari aku banyak menghabiskan waktuku bersama nenekku.
Hari ini, akan diadakan festival musim panas di Pusat Kota untuk menyambut datangnya musim panas di Tokyo. Aku dan Mayumi serta teman-temanku yang lain akan pergi ke sana malam ini.
Kami berkumpul tepat pada jam 6 di depan sekolah. Aku memakai kimono berwarna biru kesukaanku saat itu. Teman-teman yang melihatku terkesima sejenak melihatku dengan pakaian dan riasan serba tradisional. Mereka bilang aku sangat berbeda dengan biasanya bila dirias.
Saat kami berjalan ke festival, kami melihat kunang-kunang yang sedang menari di langit laksana sedang menari menyambut datangnya musim panas.
Sesampainya di festival, suasana hiruk-pikuk ramainya festival menyambutku. Mayumi langsung saja menarikku dan memasuki salah satu kios yang ada di festival tersebut. Dan ternyata, kios itu adalah kios peramal.
Mayumi menyuruh peramal tersebut meramalku.
“Cathleen? Itukah namamu?” sahut sang peramal itu sambil membaca garis tanganku.
“Ya, mengapa kau bisa mengetahui namaku? Padahal aku belum memberitahu apapun tentangku.” Jawabku dengan heran.
“Ya, akulah peramal. Kau mau meragukan kemampuanku ya?”
“Ti.....tidak kok. Hmm, apa yang bisa kau ramalkan dari diriku?”
“Kau.....kau akan mendapatkan sebuah kebahagiaan. Di sini. Di festival ini!”
Aku pun heran dengan apa yang dimaksud oleh sang peramal tadi. Kebahagiaan? Di sini? Apa yang akan aku dapatkan di festival ini? Apakah sekarang dengan teman-temanku aku belum cukup bahagia sehingga sang peramal tadi mengucapkan aku akan menemukan kebahagiaan di sini? Ah, tapi tidak, aku bahagia bisa berada di sini bersama teman-teman baikku.
Tak disangka, waktupun berjalan dengan cepat. Malampun semakin larut. Satu per satu suara kembang api terdengar diluncurkan. Itu menandakan bahwa festival akan selesai. Aku dan teman-temanku duduk di kursi di dekat lapangan utama untuk menyaksikan pesta kembang api sembari melepas lelah.
Tiba-tiba aku merasa dahaga. Akupun membeli minum sebentar lalu kembali ke tempat di mana aku dan teman-temanku berkumpul sebelumnya.
Tetapi, saat berjalan kembali ke tempat teman-temanku berada, tiba-tiba ada seseorang yang menabrakku. Aku terjatuh dan orang itu pun juga. Dan, ternyata, yang menabrakku tadi adalah seorang pemuda yang sangat tampan. Ia menolongku berdiri dan segera ia meminta maaf padaku. Ia juga mengantarkanku kembali ke tempat teman-temanku berada.
“ Maaf ya, sekali lagi tadi aku menabrakmu. Hmm... siapa namamu?” tanya pemuda itu.
“ Iya, tak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. Aku Cath.....aku.... Aikino! Namaku Aikino!” hampir saja aku menyebutkan namaku yang sebenarnya. Yah, seperti biasa, orang Jepang yang baru mengenal tidak terbiasa memanggil nama, tapi marga.
“ Aikino, senang berkenalan denganmu! Aku Hijiri.. oh ya, kita sudah sampai nih di tempat yang tadi kau bilang! Sampai jumpa lagi ya, Aikino!”
Begitulah pertemuan singkatku dengan Hijiri. Hari ini kuakhiri begitu saja dengan teman-temanku yang berharga. Dan, yang paling penting adalah pertemuanku dengan Hijiri. Apakah Hijiri adalah kebahagiaan yang dimaksud oleh peramal tadi? Yah, apabila iya, aku merasa sangat beruntung bisa mengenal Hijiri walau hanya sebentar saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar